Beranda | Artikel
Mengingkari Kemungkaran Adalah Konsekuensi Iman
Senin, 27 Juni 2022

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Mengingkari Kemungkaran Adalah Konsekuensi Iman merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Mukhtashar Shahih Muslim yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Ahad, 26 Dzul Qa’dah 1443 H / 26 Juni 2022 M.

Kajian Hadits Mengingkari Kemungkaran Adalah Konsekuensi Iman

Kita masih di bab termasuk iman adalah mengingkari yang mungkar dengan tangan, lisan dan hati.

Hadits nomor 35:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ – رضي الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ “مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ اللَّهُ فِي أُمَّةٍ قَبْلِي إِلَّا كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُونَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُولُونَ مَا لَا يَفْعَلُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا لَا يُؤْمَرُونَ فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنْ الْإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ”. قَالَ أَبُو رَافِعٍ فَحَدَّثْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ فَأَنْكَرَهُ عَلَيَّ فَقَدِمَ ابْنُ مَسْعُودٍ فَنَزَلَ (بِقَنَاةَ) فَاسْتَتْبَعَنِي إِلَيْهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ يَعُودُهُ فحدّثت عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ فَانْطَلَقْتُ مَعَهُ فَلَمَّا جَلَسْنَا سَأَلْتُ ابْنَ مَسْعُودٍ عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ فَحَدَّثَنِيهِ كَمَا حَدَّثْتُ ابْنَ عُمَرَ.

Dari Abdullah bin Mas’ud -semoga Allah meridhainya- bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak ada seorang Nabi pun yang Allah utus pada umat sebelumku kecuali ia memiliki para pembela dan sahabat dari umatnya. Dimana mereka memegang sunnah Nabi tersebut dan mereka mengikuti perintahnya. Kemudian sesungguhnya datang setelah mereka sebuah generasi-generasi yang mengucapkan apa yang mereka tidak lakukan (ulama su’) dan melakukan apa-apa yang tidak diperintahkan (bid’ah).

Maka siapa yang menjihadi (mengingkari) mereka dengan tangannya maka dia mukmin, dan siapa yang menjihadi mereka dengan lisannya maka ia mukmin, dan siapa yang menjihadi mereka dengan hatinya maka ia mukmin. Dan tidak ada setelah itu dari keimanan sebesar biji sawi pun juga.”

Berkata Abu Rafi’: “Lalu menyampaikan hadits ini kepada Abdullah bin Umar, namun beliau mengingkarinya. Datanglah Abdullah bin Mas’ud lalu singgah Qanah. Abdullah bin Umar meminta kepadaku untuk ikut menjenguknya dan aku pun menyampaikan kepada Abdullah bin Umar tentang hadits tersebut, lalu aku pun pergi bersamanya. Ketika kami duduk aku bertanya kepada Abdullah bin Mas’ud tentang hadits tersebut, muka kemudian Abdullah bin Mas’ud pun menyampaikan kepadaku hadits seperti yang aku sampaikan kepada Abdullah bin Umar.” (HR. Muslim)

Pembela Nabi

Setiap Nabi Allah jadikan untuk mereka para sahabat dan para pembela. Namun kata para ulama ini dibawa kepada kebanyakannya demikian. Karena seakan-akan ada hadits yang bertabrakan dengan hadits ini, yaitu disebutkan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

عُرِضَتْ عَلَيَّ الأُمَمُ، فَرَأَيْتُ النبيَّ ومعهُ الرُّهَيْطُ، والنبيَّ ومعهُ الرَّجُلُ والرَّجُلانِ، والنبيَّ ليسَ معهُ أحَدٌ

“Diperlihatkan kepadaku umat-umat pada hari kiamat dan ternyata aku melihat ada seorang Nabi yang diikuti oleh suatu kaum, ada lagi Nabi yang diikuti oleh satu atau dua orang saja, dan ada lagi Nabi yang tidak punya pengikut sama sekali.” (HR. Muslim)

Seakan-akan dua hadits ini bertabrakan. Namun kata para ulama bahwa hadits yang kita bahas ini maknanya bahwa kebanyakan para Nabi demikian, tidak menafikan ada Nabi yang tidak punya pengikut.

Dan para sahabat Nabi adalah generasi yang terbaik. Generasi Nabi Isa yang terbaik yaitu para sahabat Nabi Isa ‘Alaihish Shalatu was Salam. Generasi Nabi Musa yang terbaik yaitu para sahabat Nabi Musa ‘Alaihish Shalatu was Salam.

Oleh karena itu Imam Asy-Sya’bi mengatakan bahwa orang Yahudi dan Nasrani lebih baik daripada orang Syi’ah Rafidhah. Kalau orang Yahudi ditanya siapa generasi mereka yang terbaik, maka mereka menjawab: “Para sahabat Nabi Musa.” Kalau orang Nasrani ditanya siapa generasi mereka yang terbaik, maka mereka menjawab: “Para sahabat Nabi Isa.” Tapi kalau orang Syiah Rafidhah ditanya siapa generasi mereka yang terburuk, mereka menjawab: “Para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” Hal ini karena mereka mengkafirkan para sahabat dan menuduh para sahabat sudah mengubah-ubah Al-Qur’an. Jelas ini penyimpangan yang sangat besar, bahkan Imam Malik mengkafirkan mereka karena ini.

Kita Ahlus Sunnah wal Jama’ah punya keyakinan bahwa generasi terbaik adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabarkan hal itu dalam hadits mutawatir.

خيرُ النَّاسِ قَرني، ثُمَّ الذين يَلونَهم، ثُمَّ الذين يَلونَهم…

“Sebaik-baik manusia itu generasiku, kemudian generasi setelahnya, kemudian generasi setelahnya…” (HR. Bukhari dan Muslim)

Al-Qur’an memuji para sahabat. Bahkan para sahabat, para tabi’in dan para ulama semua sepakat akan keutamaan mereka. Bagaimana tidak sepakat? Allah langsung memuji mereka dalam Al-Qur’an, sehingga tidak butuh lagi kepada pujian siapapun juga. Allah mengatakan:

… رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ…

“Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah.” (QS. At-Taubah[9]: 100)

Keutamaan orang-orang yang berpegang kepada sunnah Nabi

Setiap sahabat-sahabat Nabi itu keistimewaannya karena berpegang kepada sunnah Nabinya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memiliki para sahabat dan para sahabat Nabi itu yang paling kuat berpegang kepada sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Maka semua yang mengikuti para sahabat dalam memegang sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendapatkan keutamaan yang sama, bahkan kita yang berada di akhir zaman dimana fitnah begitu dahsyat.

Di zaman sekarang ini menghidupkan sunnah Nabi pahalanya mendapatkan 50 sahabat sebagaimana disebutkan dalam hadits demikian. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabarkan bahwa orang yang berpegang kepada sunnah Nabi di zaman tersebut seperti berpegang kepada bara api. Tapi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:

إِنَّ مِنْ وَرَائِكُم زَمَانَ صَبْرٍ، لِلْمُتَمَسِّكِ فِيْه أَجْرُ خَمْسِيْنَ مِنْكُمْ

“Sesungguhnya di belakang kalian ada zaman kesabaran, bagi yang berpegang teguh (dengan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) pada saat itu akan mendapat pahala 50 orang dari kalian (para sahabat).” (Lihat Shahih Al-Jami’ no. 2234)

Berat, saudaraku. Dizaman sekarang orang yang berusaha untuk menghidupkan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dimusuhi, diberikan gelar yang tidak-tidak, dan yang lainnya.

Semakin banyak penyimpangan

Sudah sunatullah, semakin jauh suatu zaman dari zaman kenabian maka semakin banyak penyimpangan. Makanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan di sini: “Kemudian akan datang setelah mereka generasi-generasi yang mereka mengucapkan apa yang tidak mereka lakukan dan melakukan apa yang tidak diperintahkan.”

Namun keistimewaan umat Islam dibandingkan dengan umat-umat sebelumnya bahwa pada umat Islam akan selalu ada generasi yang berpegang kepada sunnah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لاَ يَزَالُ مِنْ أُمَّتِي أُمَّةٌ قَائِمَةٌ بِأَمْرِ اللَّهِ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلاَ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ

“Akan senantiasa terus ada sekelompok umatku yang menegakkan (perintah) Allah (pada riwayat lain: mereka menang di atas kebenaran), tidak akan membahayakan mereka orang-orang yang tidak menolong mereka dan yang menyelisihi mereka. Mereka tetap di atasnya (menegakkan urusan [perintah] Allah di atas kebenaran), sampai datang perintah Allah (yaitu: datangnya angin yang akan mematikan mereka sebelum datangnya hari kiamat).” (HR. Bukhari)

Inilah keistimewaan umat Islam. Akan terus ada kelompok yang berpegang kepada sunnah, memurnikan agama ini, terus mendakwahkan kepada tauhid, membantah kebid’ahan, mengajak manusia untuk mengikuti Allah dan RasulNya.

Juga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabarkan bahwa di setiap penghujung 100 tahun akan ada orang yang memurnikan kembali agama ini. Keistimewaan ini tidak ada pada umat-umat sebelum kita.

Keutamaan mengingkari kemungkaran

Mengingkari kemungkaran adalah konsekuensi iman. Karena Nabi mengatakan: “Siapa yang menjihadi (mengingkari) mereka dengan tangannya maka dia mukmin, dan siapa yang menjihadi mereka dengan lisannya maka dia mukmin, dan siapa yang menjihadi mereka dengan hatinya maka ia mukmin.”

Selama kita mengingkari kemungkaran, maka selama itu kita masih sempurna keimanan kita. Ketika kita sudah tidak mengingkari kemungkaran (walaupun dengan hati) berarti iman kita sudah berkurang (tidak sempurna lagi).

Bagaimana derajat dan cara mengingkari kemungkaran? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/51844-mengingkari-kemungkaran-adalah-konsekuensi-iman/